Minggu, 24 April 2011

tumor otak


 I KOMANG AGUS RAKA DWIANTARA
04.08.1882
A/KP/VI

 TUMOR OTAK

A.   Pengertian
Tumor otak merupakan salah satu penyakit yang menyerang otak. Dikarenakan otak merupakan salah satu organ tubuh yang paling penting, organ lainnya dapat terganggu, sehingga kematian dapat terjadi. Tumor otak bisa menyerang siapa saja, bahkan anak-anak dan remaja, namun pada umumnya tumor menyerang orang usia produktif atau dewasa.
Walaupun mematikan, tumor otak tidak selalu mengakibatkan kematian. Saat ini ilmu kedokteran telah berkembang pesat, teknik diagnostik dan pengobatan telah memberikan harapan hidup bagi para pasien tumor otak. Beberapa faktor yang memengaruhi Prognosa (harapan hidup) penderita tumor otak antara lain; kemampuan deteksi dini; kemampuan mengetahui dengan tepat lokasi tumor di otak; keunggulan teknologi diagnostik dan terapi (operasi) seperti CT-Scan, MRI (Magnetic Resonance Image), mikroskop
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.
B.   Etiologi
  1. Riwayat trauma kepala
  2. Faktor genetik
    1. Paparan bahan kimia yang bersifat carsinogenik
    2. Virus tertentu
C.   Patofisiologi
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial).
Tumor otak   menyebabkan terjadi karena:
Oedema otak Peningkatan massa Obstruksi cairan
otak cerebrospinal jadi meningkat
Perubahan suplai Hidrosefalus
Darah ke otak Kompensasi
  1. Vasokontriksi pemb.drh otak
  2. Mempercepat absorpsi
Cairan serebrospinalis meningkat & menyebabkan :
Nekrosis jaringan
Kehilangan fungsi Gagal secara akut
Kejang Peningkatan TIK Nyeri
Perubahan perfusi jaringan otak
  1. Nyeri kepala
  2. Mual muntah proyektil Defisit knowledge
  3. Hipertensi
  4. Bradikardi
  5. Kesadaran menurun
E.   Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
1.  Jinak
  • Acoustic neuroma
  • Meningioma
  • Pituitary adenoma
  • Astrocytoma (grade I)
2.  Malignant
  • Astrocytoma (grade 2,3,4)
  • Oligodendroglioma
  • Apendymoma
3. Berdasarkan lokasi
  1. Tumor intradural
Ekstramedular
  1. Cleurofibroma
  2. Meningioma
Intramedular
  1. Apendymoma
  2. Astrocytoma
  3. Oligodendroglioma
  4. Hemangioblastoma
3.      Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru – paru, ginjal dan lambung.


F.   Tanda dan Gejala
         Tanda dan gejala tumor otak sangat bervariasi, tergantung pada tempat lesi dan kecepatan pertumbuhannya, antara lain :
Daerah Otak Tanda dan Gejala
Lobus Frontalis Gangguan kepribadian
Epilepsi
Afasia mototik
Hemiparesis
Ataksia
Gangguan bicara
Gangguan gaya berjalan
Lobus Oksipitalis Gangguan penglihatan
Lobus Temporalis Halusinasi
Kejang psikomotor
Tinitus (bunyi berdengung atau berdesing)
Kesulitan menyebutkan objek
Lobus Parietalis Tidak mampu merekam gambar
Tidak dapat membedakan mana kiri mana kanan.
G.   Pemeriksaan Diagnostik
a. Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
b. CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
d. Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
H.  Manifestasi Klinis
1. Nyeri kepala
Nyeri bersifat dalam, terus – menerus, tumpul dan kadang – kadang bersifat hebat sekali. Biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktifitas, yang biasanya menyebabkan peningkatan TIK yaitu batuk, membungkuk dan mengejan.
2.Nausea dan muntah
Akibat rangsangan pada medula oblongata
3.Papiledema
Stasis vena menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus.
I.  Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah :
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual

J.  KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
  1. Identifikasi faktor resiko paparan dengan radiasi atau bahan – bahan kimia yang bersifat carcinogenik.
  2. Identifikasi tanda dan gejala yang dialami: sakit kepala, muntah dan penurunan penglihatan atau penglihatan double.
  3. Identifikasi adanya perubahan perilaku klien.
  4. Observasi adanya hemiparase atau hemiplegi.
  5. Perubahan pada sensasi: hyperesthesia, paresthesia.
  6. Observasi adanya perubahan sensori: asteregnosis (tidak mampu merasakan benda tajam), agnosia (tidak mampu mengenal objek pada umumnya), apraxia (tidak mampu menggunakan alat dengan baik), agraphia (tidak mampu menulis).
  7. Observasi tingkat kesadran dan tanda vital.
  8. Observasi keadaan keseimbangan cairan dan elektrolit.
  9. Psikososial: perubahan kepribadian dan perilaku, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
  10. Laboratorium:
  1. Jika tidak ada kontraindikasi: lumbal puncti.
  2. Fungsi endokrin
     11.  Radiografi:
  1. CT scan.
  2. Electroencephalogram
  3. C – ray paru dan organ lain umtuk mencari adanya metastase.

Diagnosa Keperawatan
  1. Perubahan perfusi jaringan otak b/d kerusakan sirkulasi akibat penekanan oleh tumor.
  2. Nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial.
  3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan mengenal informasi.
Rencana Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan otak b/d kerusakan sirkulasi akibat penekanan oleh tumor.
Data penunjang : perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon sensorik/motorik, gelisah, perubahan tanda vital.
Kriteria hasil : Tingkat kesadaran stabil atau ada perbaikan, tidak adan tanda – tanda peningaktan TIK.
Intervensi
Rasional
  • Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
  • Pantau tanda vital tiap 4 jam.
  • Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300.
  • Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan membran mukosa.
  • Bantu pasien untuk menghindari / membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang dipaksakan / mengejan.
  • Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
    • Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningaktan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
    • Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil. Kehilanagn autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal dan menyeluruh.
    • Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
    • Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
  • Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK.
  • Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau mennadakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verb

2. Nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial.
Data penunjang: klien mengatakan nyeri, pucat pada wajah, gelisah, perilaku tidak terarah/hati – hati, insomnia, perubahan pola tidur.
Kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, klien menunjukkan perilaku
untuk mengurangi kekambuhan.
Intervensi
Rasional
  • Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan.
  • Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
  • Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
  • Berikan kompres dingin pada kepala.
  • Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
  • Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami
  • .Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.
  • Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.

3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan mengenal informasi.
Data penunjang: Klien dan keluarga meminta informasi, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku yang tidak tepat.
Kriteria hasil: Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan, memulai perubahan perilaku yang tepat.
Intervensi
Rasional
  • Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui.
  • Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi.
  • Diskusikan mengenai pentingnya posisi/letak tubuh yang normal.
  • Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya.
  • Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembnag ke arah proses penyembuhan.
  • Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat mencegah berulangnya serangan.
  • Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan dapat menghilangkan ketegangan dari tubuh dengan sangat berarti.
  • Pasien mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap obat dan tidak mengenali bentuk

novi_04081899_AKP/VI_08

A. PENGERTIAN

Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.

Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.

Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.

B. ETIOLOGI

Hyperthyroid disebabkan oleh hypersekresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhi adalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.



MANIFESTASI KLINIS

Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.







ANATOMI

Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.

Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.

Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.

Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid.



Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.

Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.



Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sebagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.





D. PATOFISIOLOGI

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
PENATALAKSANAAN

Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk struma yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang diakibatkannya. Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur harus diberi tambahan yodium.

Jumat, 22 April 2011

Putri Kartikawati A/KP/VI (04.08.1904) 2008

VESIKA URINARIA

Pengertian
.
Tumor atau karsinoma ini lebih sering mengenai laki-laki dengan perbandingan 2,7 : 1. Biasanya dijumpai sebagai tumor superficial dan pada umumnya belum disertai metastasis, namun rekurensinya tinggi. Merupakan tumor maligna kedua pada system genitourinary.
Etiologi.
Terjadinya tumor ini dihubungkan dengan kebiasaan merokok, pemakaian zat pemanis buatan, penggunaan siklofosfamid, trauma fisis sepeti infeksi, instrumentasi dan batu, kontak lama dengan zat kimia pewarna, bahan-bahan karet dan kulit. Zat karsinogen yang dipikirkan terdapat pada perokok adalah alfa dan beta naftilamin sedangkan pada industri adalah benzidin, beta-naftilamin dan 4-aminobefinil.
Jenis histology.
Jenis histology yang terbanyak adalah karsinoma sel transisional (90 %), sedangkan jenis lain yaitu karsinoma sel skuamosa (5-10%), mixed carcinoma (4-6 %), adenoma (<2%), undifferentiated carcinoma dan sangat jarang dijumpai adalah adenoma, tumor karsinoid, karsinosarkoma, melanoma, feokromositoma, limfoma, koriokarsinoma, hemangioma, sarcoma osteogenik dan miosarkoma.
Patofisiologi.
Sel tumor transisional invasi ke dinding kandung kemih. Invasi ke lamina propia dan merusak otot sebelum masuk ke lemak perivesikal dan organ lain lainnya. Penyebaran secara hematogen atau limfatogenous menunjukkan metastasis tumor pada kelenjar limfe regional, paru, tulang dan hati.
Stadium
Stadium (staging) tumor kandung kemih penting untuk menentukan program pengobatan. Klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Ta : Tumor terbatas pada epithelium.
Tis : Karsinoma in situ
T1 : Tumor sampai dengan lapisan subepitelium.
T2 : Tumor sampai dengan lapisan otot superficial.
T3a : Tumor sampai dengan otot dalam
T3b : Tumor sampai dengan lemak perivesika.
T4 : Tumor sampai dengan jaringan di luar kandung kemih : prostate, uterus,
vagina, dinding pelvis dan dinding abdomen.
Manifestasi klinis.
Keluhan yang paling utama adalah hematuri (85-90%) baik mikroskopis maupun makroskopis tanpa disertai rasa nyeri dan intermiten. Pada masa sebagian kecil pasien dapat dijumpai keluhan iritasi buli seperti frekuensi, urgensi dan disuria. Keluhan obstruksi juga dapat ditemukan bila tumor menyumbat muara uretra interna leher kandung kemih. Keluhan lanjut adalah nyeri tulang bila terjadi metastase ke tulang atau sakit pinggang bila metastasi retroperitoneal atau obstruksi ureter juga dapat ditemukan.
Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak dijumpai kelainan. Penebalan dinding kandung kemih atau terabanya massa tumor baru diodapatkan dengam perabaan bimanual.

Pemeriksaan penunjang dan hasil.

a)Pemeriksaan laboratorium rutin.
Biasanya tidak ditemukan selain hematuri. Anemia bila ada perdarahan kronis atau pendesakan sel metastasi ke sumsum tulang, sedangkan uremia dapat dijumpai bila tumor menyumbat muara ureter baik karena obstruksi ataupun limfadenopati.
b)Pemeriksaan radiology.
Dilakukan foto polos abdomen, IVP dan foto thoraks.
c)Sistoskopi dan biopsy.
Pada persangkaan tumor kandung kemih maka pemeriksaan sistoskopi adalah mutlak dilakukan, bila perlu dilakukan CT-scan.
Penatalaksanaan medis.
Pada pasien dengan tumor superficial hanya menjalani dengan pengobatan TUR (disertai atau tidak disetai kemoterapi intravesika), control sistoskopi berkala mutlak dilakukan. Sedangkan pasien yang menjalani pengobatan dengan sistektomi radikal dilakukan foto thoraks berkala.
Ringkasnya penatalaksanaan tegantung stadium tumor, yakni :
Ta :(single, tidak rekurens : TUR)
Ta :(ukuran besar, multiple, : TUR diikuti kemoterapi atau imunoterapi rekurens intravesika)
Tis :TUR diikuti imunoterapi/BCG intravesika
T1 :TUR diikuti kemoterapi/imunoterapi intra vesika
T2-T4 :-Sistektomi radikal
-kemoterapi neoajuvan diikuti sistektomi radikal
-Sistektomi radikal diikuti kemoterapi ajuvan
-Kemoterapi neoajuvan diikuti kemoterapi dan radiasi secara bersamaan
T apapun dengan N+, M+ :Kemoterapi sistemik diikuti pembedahan atau
radiasi paliatif

Pengkajian.
a.Hematuri : adanya darah dalam urine yang dapat dilihat di sertai nyeri atau disuria.
b.Gangguan pola BAK : frekuensi kurang dari 2 jam dan urgensi dengan atau tanpa inkontinensia.
c.Nyeri : panggul nyeri karena obstruksi ureter atau metastase retroperitoneal, nyeri tulang kronis karena metastase tulang.
d.Limfadenopati : pemebsaran kelenjar limfe pelvis.
e.Massa abdomen : hepatomegali.




Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola eliminasi BAK berhubungan dengan tumor kandung kemih atau ca buli dan reseksi intravesika atau kemoterapi.
1)Jelaskan pada pasein bahwa urgensi atau frekuensi disebabkan oleh tumor kadnung kemih.
R/Yakinkan bahwa efek ini bersifat transient. Tumor kandung kemih menyebabkan iritasi dinding vesika sehingga terjadi frekuensi dan urgensi serta inkontinensia.
2)Anjurkan pasien mempertahankan intake cairan yang adekuat (1500 ml).
R/ Cairan menghilangkan gejala iritasi dengan mengeluarkan sedimen/endapan dari kandung kemih dan mengurangi bakteriuria
3)Atur dan ajarkan pasien pmberian obat analgesik atau antispasmodik, antikolinergi sesuai pesanan.
R/ Analgesik mengurangi gejala iritasi kandung kemih yang tidak jelas dan antispasmodik mengurangi gejala iritasi saat BAK dan menghambat kontraksi kandung kemih yang tidak stabil.
4)Ajarkan pasien untuk BAK sesuai jadwal (+ 2) jam.
R/ Jadwal waktu BAK digunakan atau tanpa pengobatan aantispasmodik untuk mengosongkan kandung kemih sebelum volume kandung kemih mencapai ambang batas.
5)Jelaskan pada pasien pengaturan kemoterapi intravesikal atau sistemik imunoterapi yang akan menyebabkan gejala iritasi saat BAK.
R/ Kemoterapi intravesikal membunuh neoplastik dan beberapa sel normal menyebabkan dinding kandung kemih mengalami peradangan sehingga terjadi frekuensi, urgensi dan inkontinensia pada beberapa pasien.

Nyeri berhubungan dengan obstruksi urine dan metastasi retroperitoneal atau tulang.
1.Kaji nyeri : karakteristik, intensitas, lamanya dan faktor yang mempengaruhi dan menghilangkannya.
R/ Nyeri panggul disebabkan oleh obstruksi yang terjadi pada satu sisi, nyeri tidak hilang dngan perubahan posisi atau istirahat
2.Persiapkan pasien untuk dilakukan reseksi tumor kandung kemih atau sistektomi sebagian atau radikal sesuai order.
R/ Reseksi tumor kandung kemih menghilangkan nyeri pannggul karena sumber obstruksi dikeluarkan
3.Atur pemberian kemoterapai atau radioterapi sesuai order.
R/ Kemoterapi atau radioteapi menghilangkan nyeri tulang dengan mengurangi atau menghilangkan tumor metastase
4.Atur dan ajarkan pasien pengaturan anlgesik atau narkotik untuk nyeri.
R/ Terapi bisa menghilangkan nyeri panggul melalui atau dengan cara mengurangi ukuran tumor sehingga dengan begitu menghilangkan obstruksi
5.Beri kompres panas pada daerah yang tidak nyaman.
R/ Pemanasan lokal bisa menghilangkan ketidaknyamanan sehubungan dengan obstruksi
6.Gunakan terapi non farmakologis untuk menghilangkan nyeri seperti batasi pergerakan yang berlebihan dan posisi untuk meningkarkan kenyamaan.
R/ Meningkatkan kenyamanan dan menghilangkan nyeri.

Gangguan perfusi jaringan : perifer, kandung kemih berhubungan dengan kanker kandung kemih atau efek radioterapi.
1.Ajarkan pasien memonitor urinenya dan segera lapor dokter atau perawat jika terjadi perdarahan yang berlebihan.
R/ Hematuri bisa tejadi pada pasien dengan ca buli dan setelah TUR serta kemoterapi intravesikal.
2.Ajarkan untuk membedakan urin yang mengandung darah yaitu berwarna pink dan darah segar yang berwarna merah terang.
R/ Urine warna pink terjadi setelah kemoterapi atau reseksi, darah merah terang indikasi perdarahan yang berlebihan.
3.Persiapkan pasien untuk dilakukan sistogram
R/ Sistogram untuk mendeteksi refluks vesika ureter.
4.Monitor pasien setelah dilakukan tindakan seperti hematuri, urine, Hb, Ht, dan tanda vital, persiapkan pasien untuk pemberian formalin 1-10% secara intravesikal dibawah anastesi umum atau regional.
R/ Larutan formalin 1-10% dipersiapkan dari gas formalin 37 % dalam air steril.

Cemas berhubungan dengan prognosis tumor kandung kemih pada tahap lanjut.
1.Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
R/ Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi
2.Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
R/ Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
3.Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
R/ Dapat menurunkan kecemasan klien
4.Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam pengobatan.
R/ Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk pengobatan dan efek sampingnya
5.Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaan dll.
R/ Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/ memberikan solusi dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
6.Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
R/ Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga
7.Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
R/ Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
8.Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
R/ Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar ditolong.

Rabu, 20 April 2011

FRAKTUR FEMUR

NAMA     : IDA BAGUS YOGICWARA
NIM         : 04.08.1883
KELAS    : A/KP/VI


FRAKTUR FEMUR
(PATAH TULANG PAHA)


A.  Pengertian.
Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Sylvia Anderson Price 1985).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).
 
B.  Penyebab Fraktur
1.    Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2.    Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3.    Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
C.  Insidensi
Fraktur femur mempunyai angka kejadian/ insiden yang cukup tinggi di banding dengan patah tulang jenis yang berbeda. Umumnya fraktur terjadi pada 1/3 tengah. 

D.  Deskripsi fraktur 

1.    Berdasarkan keadaan luka
a.    Fraktur tertutup (“Closed Fraktur”) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b.    Fraktur terbuka (“Open/ Compound Fraktur”) bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
2.    Berdasarkan garis patah
a.    Fraktur komplet, bila garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain, jadi mengenai seluruh dari korteks tulang.
b.    Fraktur inkomplet, bila tidak mengenai korteks tulang pada sisi yang lain, jadi masih ada korteks tulang yang masih utuh. Hal ini seringkali terjadi pada anak-anak yang lazim di sebut dengan “Greenstick Farcture”. 
3.    Berdasarkan jumlah garis patah
a.    Simple fraktur bila hanya terdapat satu garis patah.
b.    Comunitive fraktur bila ada garis patah lebih dari satu dan saling berbungan/ bertemu.
c.    Segmental fraktur bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling berhubungan dengan pengertian bahwa fraktur terjadi pada tulang yang sama, misalnya fraktur yang terjadi pada 1/3 proksimal dan 1/3 distal.
4.    Berdasarkan arah garis patah
a.    Fraktur melintang.
b.    Farktur miring.
c.    Fraktur spiral.
d.   Fraktur kompresi.
e.    Fraktur V/ Y/ T sering pada permukaan sendi.
Beberapa hal lain yang perlu di perhatikan dalam patah tulang:
a.    Mengenai sisi kanan (dextra) atau sisi kiri (sinistra) anggota gerak.
b.    Lokalisasinya semua tulang di bagi menjadi 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal, kecuali kalvikula dibagi menjadi ¼ medial, ½ tengah, ¼ lateral.
c.    Dislokasi fragmen tulang:
-   Undisplaced.
-   Fragmen distal bersudut terhadap proksimal.
-   Fragmen distal memutar.
-   Kedua fragmen saling mendekat dn sejajar.
-   Kedua fragmen saling menjauhi dan sumbu sejajar.

E.  Tanda dan gejalanya
1.    Sakit (nyeri).
2.    Inspeksi
a.    Bengkak.
b.    Deformitas.
3.    Palpasi
a.    Nyeri.
b.    Nyeri sumbu.
c.    Krepitasi.
4.    Gerakan
a.    Aktif (tidak bisa à fungsio laesa).
b.    Pasif à gerakan abnormal.

F.   Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan operatif. Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
Cara konservatif:
1.    Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2.    Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3.    Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4.    Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.


Cara operatif di lakukan apabila:
1.    Bila reposisi mengalami kegagalan.
2.    Pada orang tua dan lemah (imobilisasi à akibat yang lebih buruk).
3.    Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4.    Fraktur patologik.
5.    Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
-   Pemasangan Gips.
-   Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal untuk skin traksi adalah 5 Kg.
Pengobatan operatif:
-   Reposisi.
-   Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction Internal Fixation”)

G. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan fraktur
1.    Pengkajian
a.    Aktivitas dan istirahat
Keterbatasan, kehilangan fungsi pada bagian yang mengalami fraktur.
b.    Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah atau denyut nadi (akibat dari nyeri, response dari stress).
Penurunan tekanan darah akibat dari kehilangan darah.
Penurunan jumlah nadi pada bagian yang sakit, pemanjangan dari capilarry refill time, pucat pada bagian yang sakit.
Terdapat masaa hematoma pada sisi sebelah yang sakit.
c.    Neurosensori
Kehilangan sensai pada bagian yang sakit, spasme otot, paraesthaesi pada bagian yang sakit.
Lokal deformitas, terjadinya sudut pada tempat yang abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, kelemahan pada bagian tertentu.
d.   Kenyamanan
Nyeri yang sangat dan yang terjadi secara tiba-tiba. Hilangnya sensai nyeri akibat dari kerusakan sistem syaraf.
e.    Keamanan 
Laserasi kulit , perdarahan, perubahan warna.
f.     Studi diagnostik
X ray : Menunjukkan secra pasti letak dan posisi dari terjadinya fraktur.
Bone scan, tomography, CT/ MRI scan : Menegakan diagnosa fraktur dan mengidentifikasi lokasi jaringan lunak yang mengalami kerusakan.
Ateriogram: Mungkin Jika diduga ada kerusakan pembuluh darah pada daerah yang mengalami trauma.
CBC: Mungkin mengalami peningkatan dari Hct, Peningkatan WBC merupakan hal yang normal setelah mengami trauma.
Creatinine: Trauma pada otot meningkatkan pembuangan creatininke ginjal.


2.    Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskotinuitas jaringan tulang, jaringan lunak di sekitar tulang 
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri, pengendalian terhadap spasme dan cara berelaksasi.
Rencana:
1.    Pertahankan posisi atau imobilisasi pada bagian yang terkait.
2.    Bantu dan tinggikan akstrimitas yang mengalami injuri.
3.    Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
4.    Lakukan diskusi dengan pasien mengenai nyeri dan alternatif solusinya.
5.    Jelaskan pada pasien setiap akan melakukan suatu tindakan.
6.    Kaji kemampuan klien dalam ROM ekstrimitasnya.
7.    Jelaskan pada pasien beberapa tahenik yang dapat dilakukan guna mengurangi nyeri (relaksasi, distraksi dan fiksasi).
8.    Kolaborasi dalam pemberian analgetik, antispamodik.
9.    Observasi TTV dan  keluhan nyeri.

b.    Perubahan pola eliminasi uri berhubungan dengan adanya batu di saluran kemih, iritasi jaringan oleh batu, mekanik obstruksi, inflamasi.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan klien mampu melakukan eliminasi miksi secara normal, dan bebas dari tanda-tanda obstruksi.
Rencana:
1.    Monitor intake dan output dan kaji karakteristik urine.
2.    Kaji pola miksi normal pasien.
3.    Anjurkan pada pasien untuk meningkatkan konsumsi minum.
4.    Tampung semua urine dan perlu di lihat apakah ada batu yang perlu untuk di lakukan pemeriksan.
5.    Kaji adanya keluhan kandung kemih yang penuh, penurunan jumlah urine dan adanya periorbital/ edema dependent sebagai tanda dari terjadinya obstruksi.
6.    Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit, Bun, serum creat, urine kultur, dan pemberian antibiotik.
7.    Observasi keadaan umum pasien, status mental, perilaku dan kesadaran. 

c.    Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan post obstruktif deurisis, nausea vomiting.
Tujuan: Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan (defisit) selama di lakukan tindakan keperawatan.

Rencana:
1.    Monitor intake dan output cairan.
2.    Kaji dan catat bila terjadi nausea vomiting.
3.    Anjurkan pasien untuk minum banyak (3-4 l/hari) jika tidak ada kontra indikasi.
4.    Monitor tanda vital (peningkatan nadi, turgor kulit, mukosa membran, capilary refill time).
5.    Kaji berat badan setiap hari jika memungkinkan.
6.    Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, antiemetic
7.    Observasi KU pasien dan keluhan.