Rabu, 16 Maret 2011

HIPOTIROIDISME

NI WAYAN ARIE SETYARINI
04.08.1894







A.    DEFINISI
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi  tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormon tiroid berada dibawah nilai optimal.Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema. Hipotiroidism terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-kadang disebut miksedema.

B. KLASIFIKASI DAN PENYEBAB
Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu :
1. Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamus
2. Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid
3. Karena sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan resistensi perifer.

Yang paling banyak ditemukan adalah hipotiroidisme primer. Oleh karena itu, umumnya diagnosis ditegakkan berdasar atas TSH meningkat dan fT4 turun. Manifestasi klinis hipotiroidisme tidak tergantung pada sebabnya.

Namun, pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, hipotiroidisme terbagi atas 2 berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Bawaan (kretinisme)
a. Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
b. Kelainan hormogonesis
~ Kelainan bawaan enzim (inborn error)
~ Defisiensi yodium (kretinisme endemik)
~ Pemakaian obat-obat anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)

2. Didapat
Biasanya disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi kelenjar yang sebelumnya normal. Panyebabnya adalah
a. Idiopatik (autoimunisasi)
b. Tiroidektomi
c. Tiroiditis (Hashimoto, dan lain-lain)
d. Pemakaian obat anti-tiroid
e. Kelainan hipofisis.
f. Defisiensi spesifik TSH

            Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa). Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di negara terbelakang.

Inilah beberapa penyebab Hipotirodisme:
 
1. Penyakit autoimun. Pada kondisi ini, tubuh menyerang kelenjar tiroid karena menganggapnya sebagai sel asing sehingga pada akhirnya selsel dalam kelenjar tiroid mati dan tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Penyebabnya belum diketahui, tetapi sering diturunkan dalam keluarga dan berkaitan dengan penyakit autoimun lainnya seperti diabetes tipe 1, lupus atau sindrom sjogren.

2. Kehilangan jaringan tiroid. Biasanya terjadi secara sekunder akibat penyinaran (radiasi) atau operasi kelenjar tiroid yang dilakukan sebagai pengobatan hipertiroidisme.

3. Kelainan kogenital yaitu bayi yang lahir tanpa kelenjar tiroid atau kelenjar tiroidnya tidak berfungsi normal. Konsumsi obat-obatan, contohnya lithium yang sering digunakan untuk terapi gangguan mood.

Sementara hipertiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan, sehingga menghasilkan sejumlah besar hormon tiroid. 

Hipertiroidisme bisa ditemukan dalam bentuk penyakit Graves, gondok noduler toksik atau hipertiroidisme sekunder. 

Adapun penyebab Hipertiroidisme:

* Penyakit grave, yang merupakan penyakit autoimun. Tubuh menyerang sel-sel kelenjar tiroid tetapi bukannya mematikan sel, yang terjadi adalah muncul antibodi yang justru merangsang kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon secara berlebihan. Salah satu ciri khasnya adalah bola mata yang menonjol keluar.

* Adenoma (tumor kelenjar) tiroid toksik, yang terjadi apabila sebagian kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid sendiri tanpa distimulasi oleh thyroid stimulating hormone(TSH). Hal ini biasanya dialami oleh penderita goiter(pembesaran kelenjar tiroid) jangka panjang, terutama lanjut usia.

* Tiroiditis, yakni peradangan pada kelenjar tiroid yang menyebabkan produksi hormon berlebihan. Peradangan ini dapat berakibat terjadinya hipertiroidisme yang berlangsung selama beberapa minggu.

* Adenoma (tumor kelenjar) hipofisis yang berupa tumor pada kelenjar hipofisis yang menyebabkan produksi TSH berlebihan sehingga stimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon tiroid menjadi berlebihan pula.
Hipotiroidisme terbagi menjadi tipe primer, yang disebabkan oleh kurangnya fungsi kelenjar tiroid; dan tipe sekunder yang disebabkan oleh kurangnya pasokan hormon TSH dari sekresi kelenjar hipofisis, atau kurangnya pasokan hormon TRH hasil sekresi kelenjar hipotalamus.

Primer
Kondisi primer dapat disebabkan oleh konsumsi obat-obatan seperti amiodaron dan litiumsitokina interferon-α dan penghambat tirosina kinase seperti Sunitinib yang sering digunakan dalam pengobatan kanker. Bayi juga dapat mengalami kondisi primer, yang disebutcongenital hypothyroidism akibat agenesis atau disgenesis kelenjar tiroid oleh karena asupan obat anti-tiroid pada ibu hipertiroid yang sedang mengandung.
Kondisi primer juga dapat dialami oleh para ibu pada masa 1 tahun setelah melahirkan, oleh karena peningkatan antibodi anti-tiroid setelah persalinan. Hal ini lazim disebut postpartum thyroiditis. Pada kondisi ini, ibu akan mengalami hipertiroidisme ringan segera setelah persalinan, kemudian lambat laun kondisi akan bergeser menjadi hipotiroidisme yang dapat bertahan dengan jangka 6 bulan hingga lebih dari 4 tahun.
D. Patofisiologi

Patofisiologi hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat menyebabkan hipotiroidisme, yaitu :

a. Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.


b. Hipotiroidisme Primer (HP)

Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak dari hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena, 1. Operasi, 2. Radiasi, 3. Tiroiditis autoimun, 4. Karsinoma, 5. Tiroiditis subakut, 6. Dishormogenesis, dan 7. Atrofi
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.
Pascaradiasi. Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi.
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.
Tiroiditis Subakut. (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.
Dishormogenesis. Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang.
Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.

C. GEJALA
Kekurangan hormon tiroid menyebabkan melambatnya fungsi tubuh. Gejalanya ringan dan timbul secara bertahap, bisa disalahartikan sebagai depresi. Ekspresi wajah menjadi tumpul, suara menjadi serak dan berbicara menjadi lambat, kelopak mata menutup dan mata serta wajah menjadi bengkak. Banyak penderita yang mengalami penambahan berat badan, sembelit dan tidak tahan terhadap cuaca dingin. Rambut menjadi tipis, kasar dan kering; kulit menjadi kasar, kering, bersisik dan menebal. Banyak penderita yang mengalami sindroma terowongan karpal. Denyut nadi bisa melambat, telapak tangan dan telapak kaki tampak agak oranye (karotenemia) dan alis mata bagian samping mulai rontok. Beberapa penderita, terutama yang berusia lanjut, menjadi pelupa, bingung dan pikun.
Jika tidak diobati, pada akhirnya akan terjadi anemia dan gagal jantung. 
Keadaan ini bisa berkembang menjadi stupor atau koma (koma miksedema). Keadaan ini bisa berakibat fatal; pernafasan menjadi lambat, penderita mengalami kejang dan aliran darah ke otak berkurang. 
Koma miksedema bisa dipicu oleh: 
- cuaca dingin 
- infeksi 
- trauma 
- obat-obatan (misalnya obat penenang yang menekan fungsi otak).

D. Komplikasi dan Penatalaksanaan
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena. Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormone tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormone tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.


F. Pengkajian Keperawatan
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain
1. Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
2. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
3. Tempt tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
4. Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaslkuler
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik

5. Pemeriksaart fisik mencakup
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun:
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun

G. Diagnosa dan Intervensi
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi
a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditelerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
b. Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
c. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.

2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi
a. Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas
b. Berikan makanan yang kaya akan serat
Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar
c. Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras
d. Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
e. Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional : Meningkatkan evakuasi feses
f. Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional : Untuk mengencerkan fees.


3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan: Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi
a. Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial
Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
b. Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
c. Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati
Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat
a. gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan

4. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan: Perbaikan proses berpikir.
Intervensi
a. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
b. Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
Rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit . .
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat


DAFTAR PUSTAKA
Ø  Flynn RW, McDonald TM, Jung RT, et al. Mortality and vascular outcomes in patients treated for thyroid dysfunction,http://www.aafp.org/afp/20071001/bmj.html last log in : December 1,2007
Ø  McDermott MT, Woodmansee WW, Haugen BR, Smart A,Ridgway EC. The Management of subclinical hyperthyroidism by thyroid specialists. Thyroid 2004,90-110
Ø  Van Sande J, Parma J, Tonacchera M, Swillens S, Dumont J,Vassart G. Somatic and clinical in thyroid diseases.2003, 201-220



Tidak ada komentar:

Posting Komentar