Rabu, 16 Maret 2011

TETANUS


TETANUS
SITTI RUGAIYA\
04.08.1915
A/KP/VI
A.     PENGERTIAN TETANUS
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran atau penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman. Dan merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi dimasyarakat terutama kelas menengah kebawah. Karena seringnya kasus tetanus serta kegawatan yang ditimbulkan, maka sebagai seorang perawat dituntut untuk mampu megenali tanda kegawatan dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
            Selain itu ada juga penyakit tetanus neonatorum yang disebabkan oleh kontaminasi tunggal umbilicus dengan Clostridium tetani pada bayi karena hasil pemotongan tali pusat dengan peralatan tak steril dan/atau menggunakan pakaian kotor atau materi lain.

B.     ETIOLOGI TETANUS
Penykit ini tersebar diseluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Tetanus disebabkan oleh clostridium tetani yang hidup anaerob berbentuk spora tersebar di tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.Tetanus sekarang relative lazim  dinegara industrilisasi karena imunisasi dasar pengobatan individu luka, yang beresiko tinggi meliputi buruh (yang menggunakan tangan ), pekerja jalan raya,  mekanik, pekerja peternakan dan kebun, serta seperti diketahui, luka kontaminasi yang sering terjadi adalah sangat sepele. Kematian karena tetanus tergantung atas kecepatan dan kemanjuran pengobatan, yang harus dilakukan di pusat khusus yang mempunyai perlengkapan dan keahlian yang diperlukan. Tetanus merupakan penyebab penting kematian di pedesaan daerah tropik.
Dalam banyak negara telah berkembang, kematian dilaporkan dari ‘tetanus’ atau akibat luka yang dikomplikasi tetanus. Dimana luka karena komplikasi oleh tetanus, mungkin dilaporkan  hanya sebagai disebabkan oleh kecelakaan.Dengan imunisasi tetanus keberhasilannya dicerminkan dengan penurunan kematian pada kelompok usia di bawah 15 tahun, jumlah kematian dalam usia 15-44 tahun sulit diubah selama bertahun-tahun. Dalam kelompok usia 45 ke atas, peningkatan lebih besar pada wanita, mungkin karena sekarang banyak lelaki yang telah diimunisasi terhadap tetanus. Walaupun tetanus tidak dapat dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang besar dalam Negara yang sudah berkembang, seharusnya bisa lebih sedikit kasus dengan pemakaian tepat teknik pencegahan dan profilaktik yang ada.
Pravelansi tetanus tergantung atas penimbunan materi feses dan bisa terjadi di tempat manapun:spora yangs sangat resisten dapat mengkontaminasi hampir senyawa apa pun yang mencakup semua benda yang  dipakai daalam pengobatan. Seperti C. diphtheriae, Clostridium Tetani menghasilkan eksotoksin yang slah stu penyebab penyakit.
Bila luka dikontaminasi spora Clostridium tetani, maka mereka berkambang biak dalam suatu lingkungan anaerob dan   benntuk vegetatif basil ini menghasilkan toksin yang mencapai susunan saraf dengan menaiki akson saraf. Perkembangan spora  terutama terjadi dalam jaringan nekrotik mati yang dibantu oleh garam kalsium dan infeksi piogenik. Clostridium tetani bukan organisme invasive dan infeksi tetap terlokalisasi hebat. Suatu serangan alamiah tetanus tidak menghasilkan antitoksin di dalam darah dan imunitas berikutnya, walaupun ia bisa mencakup mekanisme untuk berespon terhadap suntikan toksoid.
Selain itu ada juga penyakit tetanus neonatorum yang disebabkan oleh kontaminasi tunggal umbilicus dengan Clostridium tetani pada bayi karena hasil pemotongan tali pusat dengan peralatan tak steril dan/atau menggunakan pakaian kotor atau materi lain yang terkontaminasi dengan hewan atau tanah yang mengandung spora tetanus sebagai balutan atau tali akar untuk mengikat tali pusat.
Tetanus neonatorum disertai dengan spasme otot dan rigiditas badan bayi, tanda pertama infeksi biasanya kegagalan mengisap oleh bayi yang telah mengisap normal selama beberapa hari pertama setelah lahir. Pada kebanyakan negara sedang berkembang, angka total kematian  neonatus dari semua sebab bervariasi dari sekitar 20 sampai 30 per 1000 kelahiran hidup, tetapi jauh lebih tinggi pada jumlah setempat. Dari jumlah kematian  ini, seperempat sampai tiga perempat disebabkan o;eh tetanus neonatorum. Dalam sejumlah bagian dunia, tetanus neonatorum begitu sering terjadi, sampai diterima sebagai bahaya alamiah kelahiran anak.
                                                                                                                                                                                                Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui:
1.   Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
2.   Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
3.   Pemotongan tali pusat yang tidak steril
4.   Penjahitan luka robek yang tidak steril

Manifestasi klinis
1.   Lokal  : nyeri kaku dan spasme dari darah yang terluka.
2.   Umum:  trismus, kekauan otot maseter, kekauan otot-otot wajah (risus sardonicus), kaku kuduk, opistotonus, kejang tonik umum, kejang ranngsang (terhadap visual, suara, dan taktil), kejang spontan
Diagnosis
Stadium
1.   Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umum walau dirangsang.
2.   Trismus ( < 3 cm) dengan kejang tonik umum bila dirangsang.
3.   Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan.

C.     TANDA DAN GEJALA  TETANUS
1. Hipoksia
2. Sianosis
3. Kejang
4. Sukar membuka mulut
5. Malaise (Perasaan tidak jelas dari  ketidaknyamanan)
6. Demam
7. Gangguan menelan
8. Nyeri pada mulut dan rahang
9. Badan terasa pegal-pegal
10. Sulit berbicara dengan jelas
11. Disfasia

D.     PATOFISIOLOGI TETANUS
Masa inkubasi mungkin berkisar antara 3-10 hari sampai lebih dari satu bulan sesudah infeksi melalui suatu luka yqang bisa sepele, seperti karena duri, kuku atau serpihan kayu. Tonus menghasilkan spasme otot dan kontraksi otot volunter dengan menghambat pelepasa neurotransmitter inkubasi dari terminal sinap dalam SSP. Spasme otot sering mula-mula melibatkann daerah lluka dan spasme musculus masseter (yang menimbulkan rahang terkunci [lockjaw]) dan spasme berikutnya pada otot lain.
Onset berlangsung bersamaan dengan semakin lama rahang semakin kaku, sampai suatu saat sukar membuka mulut. Berkembang menjadi risus sardonikus-retraksi ppojok mulut. Selanjutnya terjadi kekakuan dan rigiditaas punggung dan otot perut; karena otot punggung lebih kuat, terjadilah opisitotonus.Ekstremitas akan terkena paling akhir.
Sementara tetanus klasik menyertai luka kotor, berlaserasi atau tusuk, kasus tetanus akibat luka yang begitu sepele.


E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik meliputi: pada wajah, perut dan ekstremitas
2. Lakukan uji kulit/ mata
3. Foto roentgen
4. CT-Scan

F.      KOMPLIKASI
1. Spasme otot faring
2. Pneumonia aspirasi
3. Asfiksia
4. Atelektasis
5. Fraktur kompresi

G.     PENATALAKSANAAN
Umum
a.       Mencukupi kebutuhan cairan dan  nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
b.      Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
c.       Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
d.      Kejang harus dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum 0,7 mg/kg BB)
e.       Perawatan di ruangan gelap. Untuk kasus yang berat diperlukan tim spesialis terutama snestesiologis,penisilin, globulin anti tetanus dosis tunggal 5000-10000 mg i.m, jika mungkin diinfiltrasikan di sekitar luka dibeerikan secepatnya. Tidak mempengaruhi kondisi saat itu, akan tetapi membantu mencegah pembentukan toksin selanjutnya. Luka harus dirawat sebagaimana mestinya.
f.       Kasus berat dilumpuhkan dengan kurare, pernafasan dengan Tekanan Positif  Intermiten.
g.      Imunisasi aktif pada wktu penyembuhan, karena infeksinya tidak menyebabkan kekebalan permanen.

Khusus
1.      Antibiotika PP 50000-10000 IU/ kg BB.
2.      Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune Globulin Human) 500-3000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT).
3.      Perawatan luka sangat penting dan harus sssecara steril dan perawatan terbuka) (debridement)

H.     PENGOBATAN
1.   Dosis booster toksoid harus diberikan pada anak yang luka.
2. Pemberian globulin anti tetanus sebanyak 250 i.u. Pada anak yang sebelumnya belum pernah imunisasi.
3. Penisilin i.m selama 3 hari jika keadaannya menyokong terjadinya tetanus.
4.   Anti Tetanus Serum (ATS) 50000 U/hari selama 2 hari berturut-turut, hari 1 diberikan dalam infuse glukosa 5% 100 ml, hari  ke 2 diberikan i.m.
5.   Fenobarbital, dosis inisial 50 mg (umur < 1 tahun) dan 75 mg (umur > 1 tahun).Dilanjuutkan dosis 5 mg/kg BB/ hari dibagi 6 dosis.
6.   Diazepam,dosis 4 mg/kg BB/ hari dibagi 6 dosis.
7.   Largaktil, dosis 4 mg/kg BB/ hari dibagi 6 dosis.
8.   Kloralhidrat 5% (bila kejang sukar diatasi), per rectal, dosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
9.   Diet tinggi kalori tinggi protein. Bila trismus, makanan cair diberikan melalui pipa nasogastrik atau parenteral.

Pencegahan Pada Tetanus
Pencegahan tetanus tergantung atas imunisasi aktif semua anak dengan toksoid tetanus, dengan boster waktu masuk sekolah dan sewaktu meninggalkan sekolah serta boster lebih lanjut bagi dewasa beresiko tinggi. Imunitas pada dasarnya bisa diboster dengan toksoid tetanus
Dalam terapi luka bersih (dengan kerusakan jaringan minimum terus menerus pada keadaan tak mungkin melibatkan kontaminasi spora tetanus, seperti terpotong
pisau cukur atau oleh gelas), asalkan pasien itu mendapatkan tindakan medis dalam 6 jam trauma, pembersihan dan jahitan serta suntikan 0,5 ml toksoid tetanus yang diabsorpsi harus direkomendasikan dengan kelengkapan rangkaian toksoid seperti diperlukan. Pada luka lain atau luka bakar, biasanya direkomendasikan agar disamping toksoid tetanus dan pembersihan luka adekuat, penisilin dengan suntikan (lebih disukai sebagai suatu campuran benzatin, prokain dan benzyl penisilin dalam perbandingan 2:1:1, untuk mencakup paling kurang 4 hari) harus diberikan dan 0,5 ml toksoid diabsopsi. Kemudian rangkain toksoid tetanus harus dilengkapi. Untuk pasien sensitive penisilin, maka tetrasiklin dalam dosis 250 mg tiap 6 jam selama 4 hari bisa digunakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar