Kamis, 17 Maret 2011

HIPERPARATIROIDISME

 I GEDE YUDIANA PUTRA
04.08.1880
A/KP/VI


HIPERPARATIROIDISME

A.   Definisi
Hiperparatiroidisme yang terjadi akibat produksi yang berlebihan hormone paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium. Hiperparatiroidisme adalah gangguan mineralisasi tulang dan kelemahan otot akibat tingginya kadar hormone paratiroid di dalam darah ( kadar kalsium plasma meningkat menjadi 12-15 mg/dl ).
Hiperparatiroidisme adalah keadaan yang terjadi sebagai akibat dari pengeluaran getah anak gondok secara berlebihan dan abnormal, ditandai dengan radang tulang yang bersifat degenerasi disertai pembentukan kista, peningkatan kadar kalsium darah, penurunan fosfor serum dan dikeluarkannya zat-zat itu melalui kemih ( Ramali, Ahmad. 2003 ).

B.   Klasifikasi
Klasifikasi Hiperparatiroidisme ada 3, yaitu:
1.          Hiperparatiroidisme Primer
Merupakan hipersekresi autonom parat hormon (PTH) yang mengakibatkan: Peningkatan
resopsi tulang dan mobilisasi kalsium dari rangka
Peningkatan reabsorbsi tubuler ginjal Peningkatan absorbsi kalsium oleh usus Perubahan
pada tulang (osteitis fibrosa sistika), nefrokalsinosis atau nefrolitiasis, dan klasifikasi
kornea.
2.          Hiperparatiroidisme Sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder dapat terjadi pada keadaan hipokalsemia, yang berkaitan
dengan defisiensi vitamin D / gagal ginjal, sindrom mal absorbsi, kadar kalsium tetap
rendah. Terjadi paling pada pasien-pasien dengan gagal ginjal, dan yang jarang adalah pada
Pseudohipopara tiroidisme. Patogenesis pada gagal ginjal boleh dengan retensi pospat dan
hipokalsemia, dengan hipersekresi kompensasi PTH. Gangguan absorbsi kalsium dari
saluran cerna disebabkan karena berkurangnya 1,25 (OH)2 D3 dan sedikit banyak karena
resistensi tulang rangka terhadap pengaruh PTH(parathormon) dan vitamin D.

3.          Hiperparatiroidisme Tersier
hiperparatiroidisme Tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang
telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan
hipersekresi hormone paratiroid dan ini akan menyebabkan peningkatan kalsium di dalam
darah yaitu hiperkalsemia.

C.   Anatomi Fisiologi
Mempunyai gambaran makroskopik lemak coklat tua; oleh karena itu , kelenjar paratiroid sukar ditemukan tempatnya Kelenjar paratiroid mengandung sel-sel utama dan oksifil.
Sel utama menyekresi sebagian besar hormon paratiroid sedang fungsi sel oksifil tidak diketahui. Hiperparatiroidisme menyebabkan aktivitas osteoklastik yang berlebihan dalam tulang. Keadaan ini akan meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam cairan ekstraselular sementara biasanya menekan konsentrasi ion fosfat karena peningkatan ekskresi fosfat ginjal. Produksi paratiroidhormon yang berlebihan meningkatkan aktivitas osteoklastik, mendorong resorbsi tulang dan mobilisasi calcium. Transpor calsium dari cairan tulang ke plasma melalui kerja osteosit, calcium menjadi hilang dari tulang , tulang menjadi rapuh.

D. Etiologi
1. Hiperparatiroidisme Primera.
a.  Faktor genetic
Diturunkan sebagai “trait” autosomal dominant
b. Adenoma (tersering, > 80%)
Adenoma paratiroid tunggal (85%)
Adenoma paratiroid multiple (jarang)
c. Hiperplasia primer/ difus/ noduler (10-15%)
Mungkin familial
Mungkin disetai dengan neoplasia endokrin multiple Mungkin familial dan disertai dengan
kalsium urine rendah (hiperkalsemiahipokalsiurik familial)
d.Karsinoma paratiroid dengan keaktifan hormonal (jarang, <>12 mg/dl) pada
hiperparatiroidisme primer, normal (9-11 mg/dl) atau agak menurun pada hiperparatiroidisme
primer.
2. Kadar fosfat serum akan rendah (<2,0 mg/dl, normalnya 2,5-4,5 mg/dl). Pada
hiperparatiroidisme primer, meningkat pada hiperparatiroidisme sekunder.
3. Rotgen tulang panjang menunjukan resopsi periosteal pangkal;, ruas jari, lamina dura, gigi
hilang, serta “sait and pepper appearance” pada tengkorak.
4. Resopsi tubular dari tes fosfat
5. Radiologi, misalnya sinar X tangan
6. “Assay” hormone paratiroid
7. Pemeriksaan antibodi ganda hormone paratiroidDigunakan untuk membedakan
hiperparatiroidisme primer dengan keganasan yang menjadi penyebab hiperkalasemia.

8. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsy jarum halus digunakan intuk
mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, odenoma serta hyperplasia
pada kelenjar paratiroid.
9. Pemeriksaan radioimmunossay untuk menetapkan dan mengetahui PTH dalam plasma
10. Pemeriksan urine dalam 24 jam untuk mengetahui ekskresi kalsium dalam urine yang
berfungsi untuk membedakan apakah itu merupakan syndrome yang mirip hiperpratiroidisme
sekunder atau bukan.
11. Pemeriksaan sidik radioaktif, pemeriksan payaran CT, dan angigrafi adalah untuk
menetapkan letak paratiroid
12. Pengambilan sampel darah untuk mengetahui kadar hormone paratiroid.

D. Manifestasi klinis.
Pasien mengkin tidak atau memgalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa sistim organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi, semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sisitim saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium pospat dalam pelvis dan ginjal parenkim ginjal  yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoclast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, kusunya didaerah punggung dan persendian, nyeri ketika menyangga tubuh, fraktur patologik, deformitas, dan pemendekan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan factor resiko terjadinya fraktur.
Insidens ulkus peptikum dan pankreatitis meningkat pada hiperparatiroidisme dapat menyebabkan terjadinya gejala gastrointestinal.

E. Evaluasi diagnostic.
Diagnosis hiperparatirodisme primer ditegakkan berdasarkan kenaikan peresisten kadar kalsium serum dan peningkatan kadar parathormon. Pemeriksaan radioimmunossay untuk parathormon sangat sensitive dan dapat membedakan hiperparatirodisme primer dengan penyebab hiperkalsemia lainnya pada lebih dari 90% pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium. Kenaikan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran non spesifik karena kadar serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan, dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar –x atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Pemeriksaan antibody ganda hormone paratiroid digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang dapat menjadi penyebab hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, pemindai thallium serta biopsy jarum halus setelah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hyperplasia pada kelenjar paratiroid.




F. Pemeriksaan Penunjang
  • Laboratorium
    a.Kalsium serum meninggi
b.Fosfat serum rendah
c.Fosfatase alkali meninggi
d.Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
  • Foto Rontgen
Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi,Cystic-cystic dalam tulang,Trabeculae di tulang,Osteoklas, Osteoblast dan jaringan fibreus bertambah

G. Penatalaksanaan.
Awitan hiperparatiroidisme yang berlangsung perlahan-lahan dan sifatnya yang kronis disertai berbagai gejala yang sering tidak jelas dapat menimbulkan depresi dan frustasi. Keluarga mumgkin sudah menganggap bahwa sakit pasien bersifat psikomatik. Kewaspadaan terhadap perjalanan kalainan ini dan pendekatan perawat yang penuh pengertian dapat membantu pasien serta keluarga untuk menghadapi seluruh reaksi dan perasaan mereka.
Terapi yang dilakukan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah untuk mengangkat jaringan paratiroit yang abnormal. Namun demikian, sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikan kadar kalsium serum normal dan fungsi ginjal yang norma. Pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya kamungkinan bartambah parah hiperkalsemia, kamunduran kondisi tulang, gangguan ginjal dan pembentukan batu ginjal. (renal calculi)

Hidrasi. Karena gangguan pada ginjal yang mungkin terjadi,maka penderita hiperparatiriodisme primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu ginjal. Jus buah yang asam dapat sianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman ini dapat menurunkan pH urin . kapada pasien diminta untuk dilaporkan manifestasi batu ginjal yang alin seperti nyeri abdomen dan hematuria. Pemberian praperat di8uretik thiazia harus dihindari oleh pasien hiperparatiroidisme primer karana obat ini dapat menurunkan ekresi kalsium lawat ginjal dan dapat meningkatkan kadar kalsium serum. Di samping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya resiko kritis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah diare).

Mobilitas. Mobolitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium dalam jumlah sedikit. Tirah baring dan peningkatan ekresi kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian fosfat per oral dapat menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien. Penggunaan jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik kalsium fosfat dalan jaringan lunak.

Diet dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga menderita ulkus peptikus, ia memerlukan praperat antasit dan diet protein yang khusus. Karena anokresia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus diupayakan. Jus buah, praperat pelunak feses dan aktifitas fisik disertai dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejala konstipasi yang merupakan masalah pascoperatif  yang sering dijumpai pada pasien.



H. Mendiagnosa Hiperparatiroidisme

Hiperparatiroidisme didiagnosa ketika tes-tes menunjukan bahwa tingkat-tingkat darah dari kalsium dan hormon paratiroid terlalu tinggi. Penyakit-penyakit lain dapat menyebabkan tingkat-tingkat kalsium darah yang tinggi, namun hanya pada hiperparatiroidisme kalsium yang naik adalah akibat dari hormon paratiroid yang terlalu banyak. Tes darah yang mengukur secara akurat jumlah hormon paratiroid telah menyederhanakan diagnosis dari hiperparatiroidisme.

I.               Asuhan Keperawatan
  • Pengkajian
    a.Pengumpulan biodata:umur, jenis kelamin dan tempat tinggal.
b.Riwayat penyakit dalam keluarga.
c.Keluhan utama antara lain:
Sakit kepala,kelemahan,lethargi dan kelelahan otot.,Gangguan GI:mual, muntah, anorexia, obstipasi dan nyeri lambung disertai ppenurunan BB,Depresi,Nyeri tulang dan sendi,Riwayat trauma/fraktur tulang.
  • Pemeriksaan fisik: observasi dan palpasi adanya deformitas tulang,amati warna
kulit apakah tampak pucat, perubahan tk kesadaran.
  • Pemeriksaan laboratorium: kadar kalsium dan fosfat.


J. Diagnosa Keperawatan
1.Nyeri berhubungan dengan kelemahan dan kemungkinan fraktur, meningkatnya kontraksi ureter, trauma jaringan, terbentuknya edema.
Tujuan:
Rasa nyeri teratasi

Intervensi
:
Amati dan catat lokasi, durasi dan intensitas nyeri
*     Jelaskan penyebab nyeri.
*     Lakukan gate kontrol pada punggung.
*     Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
*     Observasi tanda-tanda vital 





2. Perubahan elliminasi urine b/d demineralisasi ginjal skunder terhadap hiperkalsemia dan hiperfosfatemia.
Tujuan:
Haluaran urine akan kembali normal 30 sampai 60 ml/jam, tidak terbentuknya batu.

*     Intervensi:
Beri intake cairan 3000-4000ml/hr.
*     Monitor intake/output.
*     Observasi keadaan kandung kemih.
*     Beri diet sesuai program.
*     Monitor tanda-tanda vital.
*     Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan.

3. Perubahan nutrisi b/d anorexia dan mual
Tujuan:
Masukan makanan terpenuhi, tidak ada mual.

*     Intervensi:
Berikan dorongan untuk mengkonsumsi diet rendah kalsium.
*     Jelaskan untuk tidak mengkonsumsi susu dan produk susu.
*     Berikan makanan hangat dalam porsi kecil tp sering.
*     Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet.
*     Monitor intake /output.
*     Monitor tanda-tanda vital.
*     Timbang BB





4.Konstipasi b/d efek dari hiperkalsemia pada saluran GI.
Tujuan:
Mempertahankan pola Bab normal .

*     Intervensi:
Bantu klien untuk tetap dapat aktif sesuai dengan kondisi yang memungkinkan.
*     Tingkatkan asupan cairan dan serat dalam diet.
*     Kolaborasi jk konstipasi menetap.


5. Resiko cedera b/d demineralisasi tulang yang mengakibatkan faktur patologi.
Tujuan:
Cedera tidak terjadi, tidak terdapat faktur patologis. 

*     Intervensi:
Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik serta menghindari perubahan posisi tiba-tiba.
*     Ajarkan untuk menggunakan alat bantu berjalan jk dibutuhkan, anjurkan untuk berjalan perlahan-lahan.
*     Perawatan preoperasi Sebelum tindakan operasi, kadar hormon tiroid harus diupayakan dalam keadaan normal.
*     Pemberian obat antitiroid masih tetap dipertahankan.
*     Masalah jantung/HT harus teratasi.
*     Kondisi nutrisi harus optimal.
*     Latih klien cara batuk efektif dan latihan napas dalam.
*     Ajarkan cara mengurangi peregangan pada luka operasi.
*     Beritahukan klien kemungkinan suara menjadi serak setelah operasi akibat
*     pemasangan ETT pada saat operasi.
*     Perawatan postoperasi
*     Monitor tanda-tanda vital setiap 15 menit sampai stabil, kemudian lanjutkan setiap 30 menit selama 6 jam.
*     Gunakan bantal pasir atau bantal tambahan agar kepala tetap ekstensi sampai klie sadar penuh.
*     Berikan posisi semi fowler.
*     Berikan obat analgesik sesuai program terapi.
*     Monitor tanda-tanda Perdarahan, distress pernafasan, hipokalsemia akibat pengangkatan paratiroid.

K. Intervensi keperawatan.
Penanganan keperawatan pada pasien yang akan menjalani paraitiroidektomi pada hakekatnya sama seperti pasien yang akan menjalani tiroidektomi. Namun demikian, tindakan pencegahan yang sudah dijelaskan sebelumnya tentang dehidrasi, imobilitas dan diet adalah penting bagi pasien yang sedang menantikan tindakan paraitiroidektomi dan pulih dari operasi tersebut. Meskipun tudak semua jaringan paratiroit dingkat dari pembedahan dan upaya untuk menpertahankan keseimbangan kalsium fosfor kandisi pasien harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi gejala tetanus yang mungkin merupakan komplikasi dan pasca operatif. Fungsi jaringan paratiroid yang sebagian masim berfungsi dan sebagian beser pasien dapat pulih dengan cepat dan hanya mengalami hipokalsemia ringan yang bersifat sementara. Pada pasien dengan panyakit atau perubahan tulang yang bermakna, pariode hipokalsemia yang labih lama harus diantisipasi. Kapada pasien dan keluarga harus dingatkan tentang pentingnya untuk tindak lanjutan untuk memastikan kembalinya kadar kalsium serum pada keadaan normal.

L. Krisis heperkalsemia.
 Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiper paraitiroidisme. Keadaan ini terjadi pada kanaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/l). akan mengakibatkan gejala neurology, kardiovaskuler dan ginjal dapat membawa kamatian.
Terapi klinis heperkalsemia mencakup tindakan rehidrasi dengan pemberian cairan infuse dalam jumlah besar, pemberian praperat deuretik dapat untuk meningkatkan ekresi kalsium yang berlebihan lawat ginjal, dan terapi fosfat untuk memperbaiki keadaan hipofosfatemia serta menurunkan kadar kalsium dengan meningkatkan endapan kalsium dalam tulang dan mengurangi obsorbsi kalsium dalam traktus gastrointestinal. Praparat sitotoksik (mitramycin), kalsitosin dan dialysis dapat digunakan dalam situasi darurat untuk menurunkan kadar kalsium serum dengan cepat. Pasien yang berada dalam keadaan kritis hiperkalsemia akan memerlukan pemantauan ketat umtuk mengatasi komplikasi yang dapat membawa kematian dan pemulihan kadar kalsium serum.
Kombinasi kalsitosin dengan kartiosteroid diberikan dalam keadaan darurat untuk mengurangi kadar kalsium serum dengan cara meningkatkan endapan kalsium tulang. Praparat lain yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar kalsium serum mencakup kelompok bifosfonat (misalnya, etidrodoat [didronel ], pamidronat) ;
Pasien memerlukan pengkajian dan perawatan ahli untuk menperkecil kemungkinan komplikasi serta mengembalikan keadaan hiperkalsemia yang dapat membawa kematian. Obat-obat yang derikan dengan hati-hati dan keseimbangan cairan harus diperhatikan untuk meningkatkan pemulihan keseimbngan cairan serta elektrolit dalam keadaan normal. Tindakan pendukung diperlukan bagi pasien dan keluarga.












DAFTAR PUSTAKA

Barbara Engram., 1999,  Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1, Penerbit EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi. 2, EGC Jakarta.

Corwin E., 2001, Patofisiologi, Cetakan I, EGC, Jakarta


Mansjoer, Arif., et all., 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius Jakarta.

Marylin E doengoes., 2000, Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC,Jakarta.

Soeparman, Sarwono Waspadji, 1990, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar